“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” 47 : 7

Thursday, October 30, 2008
MASA....
Tuesday, October 21, 2008
ukhwah sahabat..

Sunday, October 19, 2008
dakwah??

beruntung sggh kita jadi umat nabi MUHAMMAD..kadang2 rase diri kerdil sgt nk di bnding ngan para sahabt2 nabi kiter..mereka klu berdakwah masyaALLAH..sehgga korbn kn diri fmali n harta..tapi kalau direngkn sanggup kew kiter wat cam 2...kalau ada semangat juang yg tggi x dinafikn mampu wat sumer 2..tp yg pntg slalu muhasabah diri..der satu blog yg sy bace mengatakn..kiter nie diciptakn utk meneruskn perjuangn or dakwah nabi..mengajak umat islm patuh n taat kepada ALLAH..kalau kiter renungkn blek naper ALLAH ciptakn alam semesta nie..adakah alam semesta nie diciptakn sebagi landasn ujian pd manusia...n manusia diciptakn tuk akirt kelak..brg siape yg mengetahui kenape mereka di cipta maka akn sukses di dunia n akhrt..n sbalik nyer brg siapa xtaw naper kiter dijadikn maka akn dapt kegalalan dr sejute kegagaln..mr same2 kiter renung kembali..wahhualm..
Sebagaimana firman-Nya : “ Kalian adalah sebaik-baiknya umat yang di lahirkan untuk manusia, kalian menyeru ( berbuat ) kebaikan dan mencegah dari kemungkaran dan kalian beriman kepada Allah swt.”
Ertinya kita adalah umat terbaik dan akan tetap menjadi umat terbaik mana kala ada ada 3 hal dari diri kita : menyeru ( berbuat ) kebaikan, mencegah dari kemungkaran dan beriman kepada Allah swt. Tapi mana kala 3 hal ini tidak ada dalam diri kita maka kehancuran dan kehinaan yang akan terjadi.
Kalau kita lihat di dalam alqur’an hanya beberapa ayat saja yang berkenaan dengan ibadah ( shalat, zakat , puasa dst ) tapi ayat-ayat yang membahas tentang dakwah ( menyeru berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran ) begitu banyaknya.
Banyak ayat yang menceritakan dakwah para nabi terhadap kaumnya dan bagaimana para nabi mendapatkan kesulitan dalam berdakwah, bahkan di dalam alqur’an juga di ceritakan dakwah para binatang ( burung hud-hud dan semut pada jaman Nabi Sulaiman as ) intinya hampir keseluruhan isi alqur’an berisikan tentang dakwah dan bagaimana dakwah itu di buat.
Dakwah adalah mutiara di awal zaman dan akan tetap menjadi mutiara di akhir zaman. Allah swt utus 124.000 Anbiya sejak Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw hanya untuk dakwah, mereka menghabiskan waktu dan fikirnya agar bagaimana setiap hati manusia kenal dan taat kepada Allah swt.
Membentuk hati manusia merupakan hal yang sangat penting, agar sifat-sifat mulia masuk pada setiap diri manusia. Apabila sifat-sifat yang mulia ini masuk ke dalam diri manusia, mereka akan taat pada perintah Allah swt, dan akan meninggalkan seluruh larangan Allah swt. Namun kebalikannya jika hati tidak punya sifat-sifat mulia, manusia akan menjadi lebih “buas” daripada binatang.
Dahulu di kota Makkah kaum jahiliyah sangatlah buruk akhlaknya. Ditengah-tengah kejahilan kafir Quraisy, Nabi Muhammad saw dilahirkan. Sejak ia lahir sampai berusia 40 tahun tidak ada dakwah sehingga orang-orang kafir Quraisy belum berubah. Setelah berumur 40 tahun beliau diangkat menjadi Nabi. Sekembalinya dari Gua Hira , Nabi saw mulai berdakwah di kota Mekkah.
Lelaki pertama yang menerima dakwah beliau adalah Abu Bakar Shiddiq ra., Wanita yang pertama mengakui kerasulan Muhammad saw adalah istri beliau Khadijah r.ha. dan pemuda yang masuk Islam adalah Ali bin Abi Thalib.
Dengan berbagai pengorbanan , rintangan dan tantangan serta pikir, risau dan gerak Rasulullah saw dan para sahabat memulai dakwah ini. Mereka yakin dengan janji-janji Allah, menyandarkan hanya kepada Allah atas setiap permasalahan hidup. Yang pada akhirnya penduduk Mekkah dan Madina tumpah ruah masuk Islam. Suasana dan keadaan tanah Hijaz Jajirah Arab berubah menjadi sumber hidayah ke seluruh alam.
Kita lihat Bani Israil, mereka anak cucu Nabi yang berpusat di Mesir. Mereka keturunan para Nabi, tapi karena meninggalkan dakwah maka Allah swt hinakan mereka.
Kesimpulannya, jika dakwah dibuat maka akan lahir dari rahim-rahim wanita kafir para pejuang agama ( para sahabat nabi ), tapi apa bila dakwah ditinggalkan maka akan lahir dari rumah-rumah orang Islam para penentang agama.
Friday, October 17, 2008
last paper.....
Tuesday, October 14, 2008
PUASA ENAM DI BULAN SYAWAL

Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa-puasa sunnah. Sebagaimana yang disabdakan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam: “Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan?; Puasa adalah perisai, …” (Hadits hasan shohih, riwayat Tirmidzi). Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka. Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan, “Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhori: 6502)
Puasa Seperti Setahun Penuh
Salah satu puasa yang dianjurkan/disunnahkan setelah berpuasa di bulan Romadhon adalah puasa enam hari di bulan Syawal. Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rosululloh bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Romadhon kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164). Dari Tsauban, Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa enam hari setelah hari raya Iedul Fitri, maka seperti berpuasa setahun penuh. Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh lipatnya.” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil). Imam Nawawi rohimahulloh mengatakan dalam Syarh Shohih Muslim 8/138, “Dalam hadits ini terdapat dalil yang jelas bagi madzhab Syafi’i, Ahmad, Dawud beserta ulama yang sependapat dengannya yaitu puasa enam hari di bulan Syawal adalah suatu hal yang dianjurkan.”
Dilakukan Setelah Iedul Fithri
Puasa Syawal dilakukan setelah Iedul Fithri, tidak boleh dilakukan di hari raya Iedul Fithri. Hal ini berdasarkan larangan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Umar bin Khothob, beliau berkata, “Ini adalah dua hari raya yang Rosululloh melarang berpuasa di hari tersebut: Hari raya Iedul Fithri setelah kalian berpuasa dan hari lainnya tatkala kalian makan daging korban kalian (Iedul Adha).” (Muttafaq ‘alaih)
Apakah Harus Berurutan ?
Imam Nawawi rohimahulloh menjawab dalam Syarh Shohih Muslim 8/328: “Afdholnya (lebih utama) adalah berpuasa enam hari berturut-turut langsung setelah Iedul Fithri. Namun jika ada orang yang berpuasa Syawal dengan tidak berturut-turut atau berpuasa di akhir-akhir bulan, maka dia masih mendapatkan keuatamaan puasa Syawal berdasarkan konteks hadits ini”. Inilah pendapat yang benar. Jadi, boleh berpuasa secara berturut-turut atau tidak, baik di awal, di tengah, maupun di akhir bulan Syawal. Sekalipun yang lebih utama adalah bersegera melakukannya berdasarkan dalil-dalil yang berisi tentang anjuran bersegera dalam beramal sholih. Sebagaimana Allah berfirman, “Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (Al Maidah: 48). Dan juga dalam hadits tersebut terdapat lafadz ba’da fithri (setelah hari raya Iedul Fithri), yang menunjukkan selang waktu yang tidak lama.
Mendahulukan Puasa Qodho’
Apabila seseorang mempunyai tanggungan puasa (qodho’) sedangkan ia ingin berpuasa Syawal juga, manakah yang didahulukan? Pendapat yang benar adalah mendahulukan puasa qodho’. Sebab mendahulukan sesuatu yang wajib daripada sunnah itu lebih melepaskan diri dari beban kewajiban. Ibnu Rojab rohimahulloh berkata dalam Lathiiful Ma’arif, “Barangsiapa yang mempunyai tanggungan puasa Romadhon, hendaklah ia mendahulukan qodho’nya terlebih dahulu karena hal tersebut lebih melepaskan dirinya dari beban kewajiban dan hal itu (qodho’) lebih baik daripada puasa sunnah Syawal”. Pendapat ini juga disetujui oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh Mumthi’. Pendapat ini sesuai dengan makna eksplisit hadits Abu Ayyub di atas.
Semoga kebahagiaan selalu mengiringi orang-orang yang menghidupkan sunnah Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Wallohu a’lam bish showab.